Hindari BEJ (Blame, Excuse, Justify) Karakter Yang Menghancurkan Diri Anda Sendiri

B E J kebanyakan orang mengartikan sebagai singkatan dari Bursa Efek Jakarta, pusat jual beli saham dan Forex Trading. Tapi dari sudut psikologis B E J adalah singkatan dari Blame, Excuse, Justify yaitu kumpulan karakter buruk pada diri sesorang yang bisa  merugikan diri sendiri, orang tua, sodara, bahkan anak keturunan. Lho?.. Ini gak mbual, coba deh kita bahas satu-satu.

Blame, Excuse, Justify

Blame artinya kebiasaan buruk yang selalu menyalahkan lingkungan, orang di sekitar, negara bahkan presidennya sendiri.
Excuse artinya  selalu kebanyakan alasan.
Justify artinya menghakimi atau membenarkan.

Ketiga karakter itu berpotensi besar ngerem kusuksesan kita untuk mencapai target yang kita tempuh dengan menyandarkan factor kegagalan diluar diri kita. Contohnya seperti ini, misal aja ada dua anak kuliahan yang dua-duanya masih ngekos, merka sama-sama pengen cari duit tambahan dari usaha sampingan. Dan ternyata anak kuliahan 1 usahanya berkembang dengan lancar dan akhirnya mampu bayar kos sendiri. Sedang anak kuliahan 2 belum mencapai keberhasilan seperti sahabtnya itu. Maka anak kuliahan 2 ini merasa ok-ok aja karena karakter BEJ dah mendominasi pikirannya.

Blame, dia menyalahkan modalnya yang kecil, produknya jelek, jadwal kuliahnya yang padat, bahkan ortu dan engkongnya pun disalahkan, karena gak mewariskan bakat berwirausaha dan merasa terlahir dari keturunan pemalas.

Excuse, dia kebanyakan alasan, “ Ah aku masih muda koq, aku belum pengalaman, aku masih belum banyak belajar.”

Justify, menghakimi atau membenarkan, “ Terang aja dia lebih sukses dari aku, lha wong modalnya gede, kan usahanya juga gede.” Atau kalau temannya yang sukses itu ternyata miskin dia juga memantaskan juga. “ Terang aja dia lebih sukes dari aku, lha wong dia anak orang miskin, tentu dia biasa prihatin dan semangat kerjanya tinggi, aku kan anak orang pas-pasan, jadi semangatku juga pas-pasan. Pantes aja kalo aku belum sukses.
Gubrak deh,…

Pren,..B E J adalah kebiasaan gak terampuni yang efektif banget menghalangi kita dari kesuksesan. Parahnya, jarang orang yang nydar kalo dirinya dah ngidap penyakit     B E J yang akut banget. Bisa jadi termasuk kalian. Coba deteksi sekarang juga!…

Udah?..Kalo belum, stop dulu jangan nerusin baca artikel ini sebelum mendeteksi penyakit ini. (gak butuh jasa dokter lagi…)
Udah kan?…gimana hasilnya?…

Mungkin ada yang ngrasa, “wah ternyata aq ngidap penyakit B E J juga ne..” jangan panik dulu. Penyakit jiwa macem gini lumrah dimiliki setiap orang. Dan emang apa yang dikeluhkan oleh pengidap B E J biasanya benar adanya. Dan selalu bertumpu pada fakta. Tapi mo sebenar-benar alasan yang ada, semua itu tidak ada manfaatnya bagi kemajuan kita!.Satu-satunya manfaat dari B E J  adalah efektif menghentikan kita untuk bertindak dan berubah jadi lebih baik dari sebelumnya. Itu dia.

Temen kita ada yang pernah begitu. Namanya Tiwi, dia anak Magelang yang kuliah di UIN Bandung. Cita-citanya pengen bisa membiayai hidup sendiri di Bandung tanpa perlu minta duit sama ortu. Secara dia dah punya penghasilan tambahan lewat jasa ngajar privat bahasa Inggris. Tapi itu semua belum cukup untuk biaya hidup di Bandung yang mahal.

Aku belum mampu ngidupin diri sendiri kalo belum lulus, uang hasilku belum cukup buat bayar kosan sendiri, sama makan, baru cukup buat ngerjain tugas dan bayar utang

Setelah ditanya, “Jadi karena kamu belum lulus kuliah, kamu belum bisa hidup sendiri tanpa suplai uang dari ortu?”
“gak….aku tetep terus berjuang”.

Lama-lama Tiwi nyadar, gak boleh menggantungkan faktor kesuksesan dari luar dirinya. Dia tau apa yang harus dirubah. Bukan harga makan di Bandung, tapi usaha merubah dirinya. So, dengan kemampuan bahasa Inggrisnya, dia mulai merubah kebaiasaannya berlama-lama ngongkorng di fesbuk dan belajar menjual jasa Review bahasa Inggris kepada pemasar dengan gitu dia bisa cari uang untuk mandiri. Aku harus memperjuangkan mimpi, tapi gak nerusin ke action.

Hampir sama seperti Tiwi, Novi yang pengen nggelar acara baksos di sekolah, berharap banget dapat dana tambahan sponsor. Tapi karena proposal gak terkirim ke sponsor, dana tambahan pun gak datang. Tapi bukan alasan kalo gara-gara sponsor, acara baksos gagal diadakan. So, dia kekeuh banget berjuang, acara itu tetep kudu jalan. Novi gak pengen menggantungkan kesuksesan semata-mata karena sponsor doang. Dan acranya pun sukses.

Kita baru belajar dari Tiwi dan Novi, maka kita kudu pahami kalo gak etis menyalahkan orang lain terhadap kesuksesan yang akan kita raih. Sebenarnya kita punya kemampuan hebat, sayang, sebelum bener-bener berkompetisi, kita dah dengan sukarela “bunuh diri” dengan tidak mempercayai diri sendiri dan merasa pihak luar adalah penentu kemenangan kita. Pliiss,..jangan gitu dunk…

Sikap kek gini gak bias dibiarin dan secepetnya distop. Kalo nggak kita bakal memaklumi kondisi kita yang gini-gini aja karena kita memafkan diri kita yang gak pernah take action.

( Lutfi Syarifudin/ dimuat di Suara merdeka 5 Juli 2009 )
Sumber : padahal.wordpress.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *